"Saya berharap bahwa kita tidak sepenuhnya percaya kepada pemberitaan itu. Itu pemberitaan sepihak. Sehingga kita perlu melakukan klarifikasi-klarifikasi dengan pihak lain," ujar Marciano.
Marciano minta publik tak langsung mempercayai pemberitaan yang dinilainya sepihak itu. Pihaknya menunggu hasil penyelidikan dari intelijen rekanan BIN di tiga negara yakni, Australia, Inggris dan Amerika Serikat, yang saat ini tengah berjalan.
"Kemudian hal (klarifikasi) ini dilakukan oleh Badan Intelijen Negara. Kita juga berkomunikasi dengan counterpart yang ada di tiga negara tersebut (yaitu Australia, Inggris dan Amerika Serikat) untuk kita mencari informasi yang sebenarnya menurut pandangan mereka seperti apa. Ini sedang dalam proses. Ini sedang dalam proses," kata Marciano.
Untuk ke depannya tambah Marciano, BIN akan mengevaluasi sistem pengamanan komunikasi untuk mencegah terjadinya kebocoran informasi akibat penyadapan.
Selanjutnya, Marciano menjelaskan, "Saat ini sangat cepat perkembangan teknologi itu sehingga kita harus selalu berada dalam posisi mengimbangi. Kalau tidak dengan mudah kita akan mengalami informasi yang tidak layak bocor ke publik. Teknologi kita sudah baik, namun harus ditingkatkan lagi."
Kepala BIN Marciano Norman menilai di manapun kunjungan kepala negara atau kepala pemerintahan suatu negara, harus mendapat jaminan keamanan.
Selain Badan Intelijen Negara, Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia juga akan mengklarifikasi kabar seputar penyadapan itu ke negara-negara terkait. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dalam press rilisnya menjelaskan, Pemerintah Indonesia akan mengkonfirmasi kabar adanya penyadapan terhadap rombongan Presiden SBY dalam KTT G20 di London pada 2009. Pemerintah Indonesia menurut Marty, belum mau menyimpulkan apapun terkait berita penyadapan tersebut.
Sebelumnya, Media Australia memberitakan bahwa Presiden SBY telah disadap saat menghadiri KTT G20 di London Inggris, pada April 2009 lalu.
Situs The Sydney Morning Herald edisi 26 Juli 2013 menurunkan laporan bahwa hasil sadapan itu digunakan untuk mendukung target diplomatik Australia, termasuk kampanye memenangkan kursi di Dewan Keamanan PBB.
Australia menyatakan tidak akan mendiskusikan hal-hal menyangkut masalah intelijen terkait tuduhan penyadapan oleh Inggris terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang diduga menguntungkan Australia.
Meski demikian, mereka menegaskan akan terus menjaga hubungan baik dengan Indonesia, seperti disampaikan juru bicara Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia, Simon Fellows, lewat surat elektronik yang diterima BBC Indonesia.
Sementara itu pemerintah Indonesia menyatakan akan memastikan keabsahan berita tentang penyadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam KTT G-20 di London 2009 lalu.
Laporan-laporan berbagai media menyebutkan bahwa penyadapan atas Presiden Yudhoyono dan rombongan itu dilakukan saat KTT tersebut.
Namun juru bicara Kantor Kepresidenan untuk urusan luar negeri, Teuku Faizasyah, menegaskan kebenaran dari laporan tersebut masih harus dipastikan lebih dulu.
"Ini bukan suatu yang etis dan patut dilakukan dalam hubungan antar negara."
“Kami memiliki mekanisme interaksi hubungan antarkomunitas intelijen dan interaksi secara formal melalui kementrian luar negeri masing-masing. Walaupun pada dasarnya mana ada yang mengakui pihaknya menyadap pihak lain,” tutur Teuku Faizasyah kepada BBC Indonesia, Senin 29 Juli.
Keberatan umum
Bagaimanapun Indonesia, tambah Faizasyah, tidak melihat tindakan penyadapan oleh pihak manapun sebagai sikap yang bersahabat dalam hubungan antar negara.
"Ini bukan suatu yang etis dan patut dilakukan dalam hubungan antar negara," kata Faizasyah.
Harian Sydney Morning Herald edisi Jumat (26/07) menyatakan Inggris telah menyadap Presiden SBY pada pertemuan G-20 thaun 2009 silam dan Australia diuntungkan oleh penyadapan sehingga berhasil duduk sebagai anggota Dewan Keamanan PBB.
Meski belum terbukti benar, pengamat hukum internasional Profesor Hikmahanto Juwana mengatakan pemerintah Indonesia perlu menyampaikan keberatan secara umum terhadap siapapun atau negara manapun yang melakukan proses penyadapan.
Hikmanto mengatakan praktek itu tidak sesuai dengan ketentuan dan etiket pergaulan internasional dan keberatan bisa disampaikan oleh presiden secara langsung ataupun oleh perwakilan pemerintah.
Selain itu Hikmanto mengharapkan agar presiden dan menteri-menterinya berhati-hati dalam menyampaikan kebijakan yang masih harus dibahas secara internal.(VOA/BBC)
No comments
Post a Comment