SAMO News - Para aktivis mengatakan tentara Suriah membombardir distrik-distrik kota Homs yang dikuasai pemberontak dalam upaya mencegah pemberontak merebut kembali kubu mereka di tengah kota.
Dikatakan, tentara Suriah menembakkan roket-roket ke distrik Baba Amr hari Selasa, dari kampus Universitas Baath. Menurut para aktivis, pasukan pemerintah juga menyerang distrik Khaldiyeh di Homs.
Pemberontak Suriah menyusup ke Baba Amr hari Minggu dalam upaya merebut kembali distrik yang direbut pasukan pemerintah setahun yang lalu, setelah pertempuran selama satu bulan yang menewaskan ratusan orang.
Organisasi Pengamat Hak Asasi Suriah yang berbasis di London mengatakan, pemberontak dan pasukan pemerintah juga terlibat dalam pertempuran di sekitar bandara Allepo dan pangkalan-pangkalan militer di dekatnya.
PBB: Situasi di Suriah Memburuk dengan Cepat
Dalam laporan terbaru mereka kepada Dewan Hak Asasi PBB, para penyelidik menyatakan pertempuran di Suriah semakin meningkat sejak Juli. Konflik di Suriah semakin meluas, melibatkan antar golongan, radikal dan bersifat militer.
Mereka menyatakan pelanggaran yang dilakukan pemberontak berbeda skalanya dengan yang dilakukan pasukan pemerintah, tetapi kedua pihak didapati menggunakan tentara anak-anak.
Laporan itu juga mengimbau masyarakat internasional agar mengendalikan pasokan senjata ke Suriah dengan pertimbangan dampak senjata-senjata itu ke wilayah yang lebih luas. Laporan tersebut juga merekomendasikan solusi politik bagi krisis yang telah berlangsung dua tahun, seraya menyatakan tidak ada alternatif.
Di Moskow, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov hari Senin (11/3) mengatakan situasi di Suriah tidak membaik.
Sergei Lavrov bertemu dengan para pemimpin oposisi Suriah yang tidak menjadi bagian dari kelompok oposisi utama Koalisi Nasional Suriah, dan menekankan sikap negaranya bahwa solusi apapun bagi krisis Suriah harus berasal dari dalam Suriah sendiri.
Sementara itu, para aktivis, Senin (11/3) menyatakan bahwa pesawat-pesawat tempur Suriah membombardir distrik Baba Amr di kota Homs, Suriah Tengah, di mana pemberontak melancarkan ofensif hari Minggu (10/3) untuk merebut kembali salah satu bekas kubu pertahanan mereka. Pasukan pemerintah mengusir pemberontak keluar dari distrik itu setahun silam dalam pertempuran satu bulan yang menewaskan ratusan orang.
Di lain pihak, cabang al-Qaida di Irak menyatakan bertanggungjawab atas penyergapan pekan lalu yang menewaskan 48 tentara Suriah dan sembilan pengawal Irak.
Negara Islam Irak memuat pernyataan di internet hari Senin (11/3) yang mengklaim serangan di provinsi Anbar di bagian barat Irak, yang terjadi di saat para tentara sedang diangkut dalam iring-iringan mobil kembali ke perbatasan Suriah.
Para tentara itu melarikan diri ke Irak dari Suriah pada saat terjadi bentrokan dengan pemberontak yang menentang Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Para Menlu Uni Eropa Beda Pendapat soal Persenjatai Suriah
Dalam perjalanan menuju pertemuan itu hari Senin, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton mengatakan ia mendukung solusi politik bagi krisis di Suriah.
“Kita perlu menghentikan pembunuhan ini, kita perlu menghentikan kekerasan yang terjadi di Suriah dan mencari cara dimana pihak oposisi itu benar-benar bisa melangkah ke depan untuk mencapai solusi politik,” ujar Ashton.
Ashton mengulangi imbauan agar Presiden Suriah Bashar al-Assad mundur, dengan menyatakan dampak dampak mengenaskan atas kebijakan-kebijakan Assad jelas bisa dilihat oleh semua pihak.
Namun, Uni Eropa terpecah mengenai kemungkinan mempersenjatai pemberontak Suriah, dan utusan khusus internasional Lakhdar Brahimi menghimbau lagi solusi politik untuk mengakhiri dua tahun pertumpahan darah yang telah menewaskan sekitar 70.000 orang.
Brahimi hari Senin menyebut solusi militer "tidak mungkin” setelah bertemu dengan ke-27 menteri luar negeri negara-negara Uni Eropa di Brussels. Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius, tidak setuju dengan pernyataan itu.
Para menteri itu terpecah tajam. Inggris dan Italia bergabung dengan Perancis untuk akhirnya mendukung bantuan militer bagi pihak oposisi, sementara Jerman, Swedia dan lain-lain melihat hal sebagai gerakan ke arah yang salah.
Menteri Luar Negeri Swedia Carl Bildt memperingatkan bahwa solusi militer membawa risiko "kehancuran di kawasan itu."(VOA)
No comments
Post a Comment