SAMO News

Menanti Banjir Duit Dibulan September

Menanti Banjir Duit Dibulan September

Berbagi berita ini ke teman
Pemerintah melalui humas Dirjen Pajak Kementerian Keuangan menyatakan bahwa sampai Jumat (22/07) akhir pekan lalu, tercatat ada 40 lebih peserta yang ingin mendapat pengampunan pajak, dengan pemasukan sudah mencapai Rp8 miliar.
Meski jumlah ini masih kecil jika dibandingkan dengan target Rp165 triliun sampai Maret 2017, tenggat berlakunya UU Pengampunan Pajak, namun angka ini disambut baik oleh anggota Komisi XI DPR dari Partai Golkar, Misbakhun, yang menjadi bagian dari tim Panitia kerja membahas Undang-undang Pengampunan Pajak tersebut. "Saat ini baru tahap sosialisasi, peraturan Menteri Keuangan yang memberikan petunjuk dan arahan masalah detil teknis amnesti pajak kan baru selesai, sehingga masyarakat baru sampai pada tahap mencari tahu secara detail tentang sistem, mekanisme, dan tata caranya,

" kata Misbakhun. Pemasukan yang didapat pemerintah sekarang, menurutnya, 'belum bisa dijadikan penilaian terhadap pelaksanaan tax amnesty'.

"Perkiraan saya antara Agustus, September baru kelihatan (hasilnya)," kata Misbakhun.

Dia juga yakin bahwa target pemasukan dari pemberlakuan Undang-undang Pengampunan Pajak sebesar Rp165 triliun bisa tercapai oleh pemerintah.Namun, kemampuan pemerintah mencapai target tersebut diragukan oleh praktisi investasi, Head of Sales RHB Asset Management, Edward Narodo.

"Tiga bulan pertama itu harusnya sudah mencapai setengah, Rp165 triliun itu berarti Rp80 triliun, kalau kita bagi tiga bulan, kurang lebih hampir Rp30 triliun per bulannya, artinya Rp1 triliun sehari, ini tiga hari saja Rp8 miliar," kata Edward memberi perbandingan.

Kelemahan pemerintah dalam mengomunikasikan undang-undang pengampunan pajak atau tax amnesty dari awal dianggap telah menciptakan kesimpangsiuran di tengah masyarakat. Hal itu yang tampaknya mendorong pembicaraan hangat di kalangan masyarakat, sampai memunculkan tanda pagar #StopBayarPajak di Twitter. Tercatat dalam kurun waktu 24 jam, saja tagar itu sudah digunakan sampai 18.000 kali.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, menilai hal itu mestinya tak perlu terjadi jika sejak semula pemerintah mampu berkomunikasi dengan baik. “Ada kedodoran dalam perencanaan. Ini yang menjadi persoalan di awal. Karena orang pajak harus menjelaskan apa itu amnesty, lupa menjelaskan bahwa di luar amnesti ada opsi-opsi yang bisa diambil dan menjadi hak wajib pajak. Jadi memang ada kesalahan strategi komunikasi di awal,” kata Yustinus.

Selain menimbulkan kesimpangsiuran, tambah Yustinus, kesalahan strategi komunikasi menyebabkan Undang-Undang Tax Amnesty seolah-olah mencederai rasa keadilan karena menjadikan para pegawai pensiunan dan profesional, yang seluruh kewajiban pajaknya sudah dilaksanakan dengan baik, harus membayar pajak dua kali.


Dana tebusan tinggi

Salah seorang yang berpendapat Undang-Undang Tax Amnesty mencederai rasa keadilan Abdullah Alamudi seorang pensiunan yang tinggal di Jakarta. Apabila mengikuti program tax amnesty, maka dia harus membayar dana tebusan yang tinggi untuk asetnya. “Amnesti pajak ini maksudnya memberi pengampunan kepada WNI yang menyimpan duitnya di luar negeri. Ini yang kena justru rakyat kecil,” kata Abdullah.

Untuk meredam kesimpangsiuran, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Dirjen Pajak mengenai kelompok masyarakat yang tidak wajib mengikuti amnesti pajak.

Kelompok itu mencakup:

1. Masyarakat berpenghasilan Rp54 juta per tahun atau setara Rp4,5 juta per bulan
2. Penerima harta warisan yang memiliki penghasilan di bawah atau sebesar Rp54 juta per tahun
3. Wajib pajak yang memilih membetulkan surat pemberitahuan tahunan
4. Wajib pajak yang hartanya sudah dilaporkan dalam SPT tahunan, dan WNI yang tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari dalam setahun dan tidak punya penghasilan dari Indonesia.


“Setiap wajib pajak berhak mendapat pengampunan pajak, artinya program ini pilihan bagi wajib pajak yang ingin memanfaatkannya. Apabila wajib pajak tidak ingin memanfaatkan program ini, wajib pajak tetap dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai ketentuan di bidang perpajakan, termasuk bisa membetulkan surat pemberitahuan tahunan,” kata Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi.


Masih jauh dari target

Bagaimanapun Peraturan Dirjen Pajak Nomor 11/PJ/2016 tentang Pengaturan Lebih Lanjut Mengenai Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak tersebut dinilai tidak perlu oleh Yustinus Prastowo.
“Sebenarnya itu sudah ada dalam konstruksi undang-undang perpajakan. Kalau publik mencermati, itu lebih kepada merespons kesimpangsiuran yang ada dan bukan aturan yang baru,” kata Yustinus.

Saat diloloskan menjadi undang-undang dua bulan lalu, amnesti pajak ditargetkan dapat meraup Rp165 triliun untuk menambah pendapatan negara. Namun, hingga kini amnesti pajak baru mencapai Rp2,62 triliun atau 1,6% dari target.(BBC Indonesia/SAMO News/shs)

No comments