Amerika bukan superpower militer. Amerika mempunyai kelemahan struktural dalam bidang militer. Dalam sejarahnya bangsa Amerika tidak pernah beradu kekuatan dengan musuh yang sama kekuatannya. Dimulai dengan perangnya yang asimmetris dengan suku-suku Indian. Juga dalam Perang Dunia II AS berhadapan dengan Jerman yang tinggal runtuh karena pukulan berat oleh tentara Uni Soviet. Setelah melakukan pendaratan di Normandie Amerika melakukan operasi militer yang tidak seimbang dengan keunggulannya dalam material dan jumlah manusia. Todd mengemukakan pendapat Liddell Hart, pakar strategi dan sejarah militer Inggeris, yang mengatakan betapa lambat dan birokratis cara bergeraknya tentara AS di darat. Keunggulan Amerika di laut dan udara memang sangat besar sebagai hasil kekuatan industrinya. Setelah memenangkan pertempuran laut Midway, perang AS lawan Jepang mirip perangnya dengan Indian. Keunggulan material dan logistik AS terlalu besar dan Jepang tidak mampu mengimbanginya. Akan tetapi lain halnya operasinya di darat. Setelah Perang Dunia II tampak jelas bahwa kekuatan darat Amerika kurang mampu untuk memenangkan perang. Di Korea keberhasilan hanya separoh, sedangkan di Vietnam gagal sama sekali. Padahal AS menghadapi negara yang kecil dan jauh lebih rendah kemampuan industrinya.
Dalam tahun-tahun akhir ini AS mengembangkan konsep perang yang tidak atau seminimal mungkin mengakibatkan korban mati bagi orang Amerika. Cara berpikir demikian berakibat bahwa kemampuan operasi darat makin kurang dapat diandalkan. Sebab dalam operasi darat sukar untuk menghindari perjumpaan langsung dengan kekuatan lawan. Konsep AS tersebut didasarkan keunggulan teknologinya yang hendak dimanfaatkan semaksimal mungkin. Konsep itu. mengutamakan serangan udara yang bertujuan menghancurkan perlawanan musuh melalui pemboman udara dan pukulan dengan peluru kendali. Teknologi precision guided munition (PGM) memungkinkan penembakan peluru kendali dengan perkenaan tepat pada jarak jauh. Di samping itu dikembangkan smart bombs atau bom yang perkenaannya tepat. Sedangkan untuk penentuan sasaran digunakan remote sensing atau peninjauan saksama ke seluruh wilayah dengan memanfaatkan satelit udara. Dilengkapi dengan aksi intelijen manusia yang dilengkapi sarana komunikasi untuk memungkinkan laporan instant dan dilanjutkan oleh serangan udara seketika. Dengan cara demikian diperkirakan bahwa musuh dapat dihancurkan dalam waktu tidak lama oleh serangan udara tanpa penggunaan kekuatan darat. Setelah musuh dihancurkan baru tentara darat bergerak ke daerah musuh untuk mengkonsolidasi kemenangan.. Cara demikian diharapkan akan mengakibatkan korban minimal pada tentara AS.. Akan tetapi konsep ini akan sukar dilaksanakan apabila musuh mempunyai kemampuan pertahanan udara yang efektif, kata Todd. Oleh sebab itu AS hanya akan berperang kalau menghadapi pihak lain yang lemah dan terbatas kekuatan militernya, terutama pertahanan udaranya.
Untuk menunjukkan kepada dunia luar bahwa AS masih kuat dan kuasa diadakan penempatan pasukan AS dalam jumlah besar di luar negeri, antara lain di Jerman 60.053, Jepang 41.257, Korea Selatan 35.663, Italia 11.677, Inggeris 11.379, di Spanyol 3.575. Selain itu di daerah Balkan ada 13.774 dan di Timur Tengah 9.956 orang. Namun untuk mengadakan operasi militer AS tidak mempunyai kemampuan kongkrit yang sesuai dengan potensinya. Memang kapal-kapal induk AS (aircraft carrier) mampu bergerak leluasa di lautan dunia. Hal ini merupakan projection of power yang penting bagi supremasi politik. Akan tetapi karena kurang kesediaan mengoperasikan kekuatan darat, maka AS kurang sanggup mengadakan konfrontasi militer terhadap lawan yang kekuatan militernya cukup besar. dan hanya bertindak terhadap pihak lain yang diyakini lemah. .
Sikap AS yang keras terhadap Islam
adanya pertentangan ideologi setelah komunisme kalah;
untuk menguasai minyak Timur Tengah yang dihuni penduduk mayoritas Islam;
akan tetapi terutama karena dunia Islam secara militer lemah;
dan sebagai demonstrasi kekuasaan strategi AS secara murah dan relatif aman.
Adalah benar bahwa setelah Perang Dunia II selalu negara kecil atau yang belum berkembang yang menjadi sasaran perang AS. Tidak pernah langsung dengan Uni Soviet. Mulai dengan Korea Utara, kemudian Vietnam yang semua kurang kongkrit hasilnya. Kemudian serangan ke Panama untuk menangkap presidennya. Perang Teluk I hanya dibatasi pada pembebasan Kuwait dan tidak dilanjutkan dengan menaklukkan Irak. Serangan ke Afghanistan sesuai konsep baru karena lawan tidak ada kemampuan pertahanan udara. Kekuatan darat AS baru digerakkan setelah pasukan Afghanistan yang melawan Taliban, yaitu pasukan Northern Alliance, lebih dulu bergerak masuk. itu yang menjadi tujuan serangan ke Afghanistan. Serangan ke Irak baru dilakukan setelah Irak setengah melucuti diri sendiri, yaitu menuruti kehendak PBB untuk menghancurkan semua senjata besar. Sekalipun nampaknya Irak dapat dikalahkan dengan melakukan konsep perang baru, namun hingga sekarang AS belum dapat menguasai negara itu. AS kewalahan menghadapi serangan gerilya pihak Irak sehingga minta bantuan tentara negara-negara lain. Panglima Tentara AS di Irak mengakui bahwa setiap hari rata-rata ada 15 kali gangguan atau serangan dari pihak Irak yang membahayakan anggotanya.
Kekurangmampuan AS menghadapi negara yang agak kuat militernya tampak dalam masalah Korea Utara dewasa ini. AS menyerang Irak dengan alasan negara itu menyembunyikan senjata destruksi missal, tetapi tuduhan itu hingga sekarang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Sebaliknya Korea Utara secara terang-terangan mengatakan bahwa ia memiliki senjata nuklir.. Kalau AS benar-benar konsekuen sikapnya ia harus juga menyerang Korea Utara yang sejak semula ia namakan Poros Kejahatan bersama Irak dan Iran. Akan tetapi Korea Utara secara militer tidak dapat dianggap lemah. Korea Utara tidak mau melucuti senjata nuklirnya sebelum AS menyatakan tidak akan menyerangnya. Ia mengancam, kalau sampai AS menyerang, Korea Utara akan mengadakan pembalasan setimpal. Pasukan AS di Korea Selatan dan Jepang dapat menjadi sasaran untuk serangan balas Korea Utara. Sikap Korea Utara itu mungkin semacam gertak sambal, tetapi nyatanya hingga kini AS tidak menyerangnya. Berbeda sekali dengan sikap AS terhadap Irak.
Dengan gambaran itu militer Amerika tidak semampu atau sekuat yang kita perkirakan . Kesimpulannya bahwa AS bukan satu superpower militer . Namun karena sikap AS yang hegemonistik, maka kekuatannya menjadi ancaman bagi negara-negara yang kurang kuat militernya. Hal ini mendorong negara kecil mempersenjatai diri untuk tidak dinilai lemah, bahkan kalau perlu dengan senjata nuklir. Itulah yang sekarang dilakukan Iran untuk mencegah serangan AS.
No comments
Post a Comment