DAMASKUS – Remaja Suriah dilatih menjadi tentara oleh pihak oposisi untuk ikut melawan pasukan pemerintah. Beberapa dari mereka mengikuti latihan secara sukarela karena merasa bosan di rumah.
“Ketika mereka baru datang, mereka hanyalah remaja biasa. Di saat mereka menyelesaikan pelatihan, mereka telah berubah menjadi mesin pembunuh,” ujar seorang pejuang oposisi, Abdel Razzaq.
“Sekarang sudah tidak ada pria dewasa tersisa sehingga hanya anak-anak yang tersisa untuk dilatih. Saya melatih mereka untuk tidak takut perang dan tak segan membunuh lawan,” lanjut Razzaq.
Razzaq berpendapat tentara anak-anak kadang kala lebih baik daripada tentara dewasa. Tentara anak-anak dianggap lebih patuh menjalani perintah atasan daripada tentara dewasa.
“Anak-anak adalah jenis tentara yang terbaik. Mereka mematuhi semua perintah yang diberikan. Tentara dewasa kadang-kadang mempertanyakan keputusan atasannya, namun tidak begitu dengan tentara anak-anak,” pungkas Razzaq, seperti dikutip AFP, Rabu (6/2/2013).
Anak-anak yang dilatih Razzaq sendiri tidak menjadi tentara karena terpaksa. Kebanyakan dari mereka memang ingin ikut serta dalam pertempuran setelah mendengar cerita-cerita dari anggota keluarganya yang lebih tua.
“Saya bosan harus berada di rumah dan menunggu ayah serta saudara saya pulang untuk mnedengarkan cerita mereka di medan pertempuran. Saya juga ingin ikut serta dalam pertempuran,” ujar seorang anak yang ikut pelatihan bernama Musab.
Ayah Musab sendiri merasa bangga dengan keputusan putranya yang masih berusia 14 tahun itu. Ia yakin Musab dapat menjadi tentara yang sangat baik.
Fenomena tersebut pun juga diketahui oleh petugas Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang mengawasi jalannya konflik di Suriah. “Tidak seperti di tempat lain, para tentara anak di Suriah sama sekali tidak dipaksa dan mendaftar secra suka rela,” ujar petugas PBB, Jean Nicolas Beuze.
Namun Beuze menganggap walaupun dilakukan secara sukarela, menggunakan tenatara anak dalam konflik tetaplah suatu hal yang salah. Beuze menyebut para pemimpin pejuang oposisi harusnya menolak anak-anak tersebut dan menyuruh mereka kembali ke rumah.
Penggunaan tentara anak merupakan salah satu bentuk kejahatan perang. PBB memperkirakan ada sekitar 3.500 anak yang menjadi korban jiwa dalam konflik yang telah berlangsung selama 22 bulan itu.
No comments
Post a Comment