SAMO News

Reaksi atas putusan MK soal zina dan seks sesama jenis antara air mata dan kegembiraan

Reaksi atas putusan MK soal zina dan seks sesama jenis antara air mata dan kegembiraan

Berbagi berita ini ke teman




SAMO News - Beberapa anggota Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia tampak menangis dan menyatakan keprihatinan atas putusan tersebut sementara di sisi lain ada yang berpelukan mengungkap kegembiraan. "Putusan ini berdampak semakin rentannya masyarakat terhadap kejahatan kesusilaan," tulis AILA dalam pernyataan terbukanya.

Putusan MK terakit Pasal terutama pada pasal 284, 285, dan 292 KUHP itu dihasilkan lewat 'dissenting opinion' atau bukan dengan suara bulat namun 5:4 untuk penolakan. Para pemohon uji materi pasal soal zina, cabul, dan homoseksual KUHP tak kuasa menyembunyikan emosinya menyambut keputusan Mahkamah Konstitusi, yang menolak permohonan memperluas pasal perzinahan di KUHP.


Dan kelompok pegiat Koalisi Perempuan malah menyatakan kegembiraannya berdasarkan, menurut mereka, pengalaman hidup sehari-hari perempuan. "Itu menunjukkan negara menghargai dan menjaga ketahanan keluarga Indonesia," kata Sekretaris Jenderal-nya, Dian Kartikasari. Uji materi terhadap pasal 284, 285, dan 292 diajukan oleh 12 orang dari AILA.

"Sekarang pun saya masih ingin menangis," kata Euis Sunarti, salah seorang anggota AILA. "Kami tentu sedih. (Padahal) kami berharap banyak pada lembaga MK ini," tambah guru besar bidang ketahanan keluarga Institut Pertanian Bogor ini.



Euis menegaskan pemidanaan terhadap penyimpangan seksual perlu dilakukan karena fenomenanya nyata dan mara, "Ini ancaman yang sangat mengintimidasi orang tua." Ia menampik salah satu pertimbangan dalam penolakan majelis adalah karena pemidanaan akan membuat penjara Indonesia tidak muat menampung.

"Jangan bandingkan persoalan teknis kerepotan itu dengan bencana sosial dan bencana moral yang terjadi," ujar Euis.

Setelah kalah di MK, lanjut Euis, AILA tidak akan tinggal diam terhadap keinginan mereka memidanakan perilaku seks menyimpang, termasuk lewat DPR, yang saat ini masih sedang melakukan pembahasan atas RUU KUHP.



"Semua ruang akan kami manfaatkan. Lewat DPR memang akan memakan waktu (yang lebih panjang)," kata Euis.

Dalam penyataannya AILA juga menyebutkan akan melakukan berbagai upaya mendukung program ketahanan keluarga, antara lain melalui edukasi, sosialisasi, termasuk advokasi dan konsultasi bagi korban kejahatan kesusilaan.

"Masyarakat Indonesia harus meningkatkan kewaspadaan dan menguatkan kontrol sosial untuk mencegah dampak putusan ini. Karena kejahatan kesusilaan dilakukan secara samar maupun terang-teranganan atas nama hak asasi dan kebebasan," tulis pernyataan AILA.


Namun Koalisi Perempuan menilai pemidanaan tidak beralasan karena zinah adalah urusan domestik keluarga sehingga berbagai alasan yang membuat perempuan atau istri tidak mengadukan perzinahan oleh suaminya, harus dihargai.

Koalisi Perempuan mengutip saksi ahli Budhi Munawar Rahman dalam sidang di MK, yang menyebut keluarga merupakan tempat pengampunan dan merangkul kasih sayang bagi anggotanya yang berzinah, cabul, maupun orientasi seksual berbeda.

"Biarlah masalah itu diselesaikan secara kekeluargaan berdasarkan nilai-nilai dalam agama, budaya, termasuk Pancasila yang sudah hidup dalam masyarakat," jelas Dian Kartikasari.


Sementara Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice, Supriyadi Widodo Eddyono, berpendapat bahwa selain putusan MK yang membahagiakan dan patut diapresiasi, ada juga hal lain yang perlu dapat perhatian.

Supriyadi menggarisbawahi proses pembahasan revisi KUHP yang berlangsung di DPR, "Rancangan yang ada sekarang masih memperluas pemidanaan terhadap zinah. Persis yang dimohonkan sekarang." (BBC)

No comments