SAMO News - Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi mengatakan Pemerintah Indonesia telah memanggil Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Joseph R. Donovan Jr, terkait dengan pengumunan pengakuan sepihak pemerintah AS atas Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk mencegah agar tidak ada negara lain yang mengikuti jejak langkah Amerika Serikat yang telah mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Saat tiba kemabli dari pertemuaan di Istambul Turki, Kepada wartawan di Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (14/12) Presiden menjelaskan bahwa KTT Luar Biasa OKI yang digelar kemarin, Rabu (13/12) menghasilkan sejumlah kesepakatan. Di antara kesepakatan itu adalah OKI sepakat dengan konsep dua negara (two state solution).
"Pertama, menghasilkan resolusi OKI mengenai Al-Aqsa. Kedua, menghasilkan komunike final OKI, dan yang ketiga menghasilkan deklarasi Istanbul. OKI harus secara tegas menolak pengakuan unilateral tersebut, Solusi dua negara merupakan satu-satunya solusi yang dapat diterima di mana Yerusalem Timur ditetapkan sebagai ibu kota Palestina," kata Presiden Joko Widodo.
OKI, lanjut Jokowi, mendorong Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk segera mengeluarkan resolusi menolak pengakuan Amerika atas Yerusalem sebagai ibukota Israel.
"OKI juga harus mampu menjadi motor bagi gerakan di berbagai forum internasional dan multilateral untuk mendukung Palestina. Di majelis umum PBB OKI harus memotori dikeluarkannya resolusi menolak keputusan Amerika Serikat. Di Dewan Keamanan PBB, negara OKI juga harus dapat memastikan ada pertemuan mengenai situasi di Palestina," jelas Presiden.
Dalam pertemuan itu, lanjut Jokowi, Indonesia mengajak semua negara yang mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel untuk tidak memindahkan kantor kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem.
"Kita mengajak semua negara yang memiliki Kedutaan Besar di Tel Aviv, Israel, untuk tidak mengikuti keputusan AS memindahkan kedutaan ke Yerusalem. Ketiga, negara OKI dapat menjadi motor untuk menggerakkan dukungan negara yang belum mengakui kemerdekaan Palestina.
Dalam pertemuan ini lanjut Jokowi, juga disepakati bagi negara-negara OkI yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel agar melakukan peninjauan kembali hubungannya dengan Israel.
Ditempat terpisah Pengamat politik internasional Hikmahanto Juwana, menyebut pemerintah sepatutnya menginisiasi koalisi baru yang berisi negara pendukung kemerdekaan Palestina. Ia mengatakan Indonesia dapat menjajaki dukungan Inggris, Perancis, Rusia, dan Cina karena negara-negara itu juga mengecam kebijakan AS.
Koalisi itu, menurut Hikmahanto, dapat bersuara lebih lantang di tingkat global terkait isu Yerusalem dibandingkan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang beranggotakan AS.
"Kalau resolusi DK PBB tidak mungkin berperan karena ada AS dan mereka punya hak veto. Resolusi Majelis Umum bisa saja, tapi seberapa efektif resolusi itu," kata Hikmahanto.
"Kalau cuma mengecam tidak akan ada solusi. Indonesia harus bisa meyakinkan, pengakuan Palestina sebagai negara merdeka bisa meredam gejolak perdamaian dunia," ujarnya menambahkan. Hikmahanto menuturkan, AS pernah membentuk koalisi di luar PBB pada 2003 ketika mereka berencana menginvansi Irak. Saat itu tiga dari lima anggota tetap DK PBB tidak menyetujui rencana AS. Bagaimanapun, Jumat pekan lalu 14 dari total 15 anggota DK PBB mengkritik keputusan Presiden AS Donald Trump soal Yerusalem. Mereka menyebut AS telah melanggar hukum internasional dan tidak mematuhi resolusi yang pernah diterbitkan PBB.
DK PBB setidaknya pernah mengeluarkan sembilan resolusi soal isu Israel-Palestina. Badan itu menyebut AS melangkahi resolusi tersebut. Agustus 1980, DK PBB mengeluarkan resolusi yang melarang Israel menerbitkan undang-undang untuk mengubah status Yerusalem. PBB meminta semua negara menutup kantor perwakilan kota tersebut. Resolusi terakhir DK PBB keluar pada 23 Desember 2016, berisi kecaman pada Israel yang membangun pemukan di Yerusalem. Mereka menyebut program Israel itu menghambat perdamaian dengan Palestina.
Pengajar hubungan internasional di Universitas Indonesia, Ali Wibisono, menyebut sulit mengukur pengaruh suatu negara dalam persoalan antarnegara, termasuk Indonesia pada isu Yerusalem atau konflik Israel-Palestina. "Perannya mungkin ada, tapi pengaruhnya belum tentu ada," ujarnya.
Menurut Ali, pemerintah Indonesia merasa wajib mendukung kepentingan Palestina karena 'utang pengakuan kemerdekaan' pada tahun 1945.
"Palestina adalah salah satu entitas internasional yang mengakui kemerdekaan Indonesia sehingga kita punya utang seumur hidup untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina," kata dia.
"Itulah alasannya, di forum apa pun atau proses perdamaian Israel-Palestina, apapun peluangnya, Indonesia ingin ikut berperan," tutur Ali.
No comments
Post a Comment