Armada tempur China mulai menunjukkan arogansinya terhadap Indonesia. Mereka nekat mengintimidasi aparat keamanan yang menangkap nelayan China yang memancing ikan di Laut Natuna, tanpa basa basi, Angkatan Laut negeri tirai bambu tersebut langsung menarik paksa KM Kway Fey 10078 dari tangan petugas.
Penangkapan itu berlangsung pada koordinat 05 07,490'N dan 109 11,830'E. Operasi gabungan yang terdiri dari petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan dan TNI AL tersebut bergerak cepat dan langsung menangkap kapal berisi 13 awak tersebut.
Rupanya, AL China mendengar ada warga mereka yang ditangkap Indonesia. Militer negeri tirai bambu ini bergerak cepat, dan langsung merebut kapal milik nelayan China.
Indonesia langsung mengajukan protes. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga ngamuk, dan meminta China meminta maaf atas insiden tersebut. Tapi China tetap bergeming, malah berbalik menuntut warganya dibebaskan.
Apa ini sekedar penangkapan kapal ikan China, atau Ada kepentingan lain ?
Natuna adalah satu gugusan dari kepulauan Spartly yang menjadi sengketa antara RRC dengan beberapa negara yang tergabung dalam ASEAN. Walaupun Indonesia tidak terlibat lansung, tetapi tidak menutup kemungkinan wilayah Indonesia menjadi ajang pertempuran jika konflik bener bener terjadi,
maka Mikter Indonesia harus meningkatkan kesiagaan tempurnya,
Mengapa Indonesia perluh menambah kekuatan militer di Natuna?
Dalam rilis beritanya BBC memaparkan, bahwa Indonesia perluh memperkuat kehadiran militernya secara mencolok di Natuna, sebuah pulau yang kaya akan gas alam, dimana wilayah itu tumpang tindih dengan wilayah yang diakui sebagai kedaulatan Cina.
Para pengamat mengatakan langkah Indonesia ini merupakan tanggapan terhadap apa yang diaggap sebagai "ancaman Cina" terhadap kedaulatan Indonesia di pulau ini, yang "cepat atau lambat" akan berdampak pada Indonesia.
Walaupun Jakarta mengatakan akan meneruskan "kebijakan netral" terhadap Cina, di tengah memanasnya ketegangan ketika beberapa pejabat mengkritik Cina karena mengklaim wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia yang berdekatan dengan Natuna sebagai wilayah Cina. Penekanan terhadap posisi netral ini datang sesudah Cina menyatakan "tak keberatan" terhadap kedaulatan Indonesia terhadap Natuna.
Namun Menteri Pertahanan Indonesia, Ryamirzad Ryacudu mengatakan tak aman untuk mengabaikan kemungkinan ancaman di masa depan, sekalipun situasi tampaknya meningkat dalam beberapa bulan terakhir.
"Kami telah memperkuat kapasitas militer kita untuk mengantisipasi berbagai ancaman, baik itu pencurian ikan atau masuknya mereka ke wilayah Indonesia secara ilegal," kata Ryacudu.
Para ahli mengatakan alasan untuk ini adalah aktifnya Cina di bagian lain Laut Cina Selatan, dimana militer Indonesia "tak bisa menutup mata."
Strategi pertahanan
Angkatan Darat, Laut dan Udara Indonesia telah menyusun formula untuk memperkuat pertahanan di Natuna, Pihak militer mengatakan sedikitnya ada tambahan satu batalion untuk memperkuat pangkalan angkatan laut yang sudah ada di Natuna.
Angkatan Darat, yang sekarang mengerahkan 800 prajurit di Natuna, akan menambah jumlahnya hingga 2.000 di tahun 2016.
Angkatan Udara juga akan menambah pesawat tempur di wilayah itu.
Natuna saat ini kekurangan fasilitas untuk mengakomodasi sejumlah besar pesawat. Angkatan Laut telah mengirim tujuh kapal perang ke perairan Natuna bulan lalu untuk berkeliling dan "menjaga kedaulatan", menurut juru bicara AL, Laksamana Pertama M. Zainudin.
Bulan ini, Angkatan Laut mengirim 14 kapal perang untuk mengawasi Laut Cina Selatan.
Sektor pertahanan udara juga mengerahkan radar di beberapa bagian pulau untuk melakukan operasi pengawasan selama 24 jam.
Sebagai tambahan, Indonesia menandatangani perjanjian dengan Jepang awal bulan ini untuk menerima teknologi dan peralatan militer, yang sebagian besarnya dikirim untuk digunakan di Pulau Natuna.
Indonesia juga berminat untuk bergabung dengan latihan perang gabungan dengan Amerika Serikat di wilayah ini.
Sudah dua kali latihan dilakukan bersama AS di Batam yang berjarak 480 km dari Natuna. Latihan ini termasuk penggunaan pengawasan dan pesawat patroli, seperti penggunaan pesawat P-3 Orion, yang dapat mendeteksi kapal di permukaan dan kapal selam.
Menteri pertahanan mengatakan telah menghabiskan US$14,2 juta (sekitar Rp196 miliar) untuk memperkuat pangkalan militer di Pulau Natuna.
Namun pemerintah membantah bahwa penguatan tersebut merupakan antisipasi terhadap peningkatan ketegangan di Laut Cina Selatan.
Pemerintah Indonesia lebih suka menyebutnya sebagai "diplomasi pertahanan."
'Perantara yang jujur'
Sudah lama ada kekhawatiran bahwa Indonesia akan terlibat dalam pertikaian di Laut Cina Selatan karena pentingnya kawasan perairan tersebut.
Laut Cina Selatan merupakan jalur perdagangan yang mengantarkan barang dan jasa internasional dengan nilai US$5 triliun yang merupakan lima kali lipat GDP Indonesia.
Dengan jumlah sebesar itu di atas meja, Cina dan negara-negara lain di kawasan itu - juga Amerika Serikat - sudah mulai terlibat pertikaian mengenai kendali teritorial di wilayah tersebut.
Cina saat ini disebut-sebut sudah melakukan penimbunan laut dengan kecepatan yang mengkhawatirkan pihak lain.
Laporan maritim dari Departemen Pertahanan Amerika mengatakan pada bulan Juni tahun ini, Cina telah mereklamasi pantai 17 kali lebih banyak dalam 20 bulan terakhir, dibandingkan dengan apa yang terjadi dalam 40 tahun sebelumnya.
Sekalipun Presiden Jokowi menegaskan bahwa Indonesia ingin tetap menjadi "perantara yang jujur" dalam perselisihan ini, dan "tak ada alasan" untuk terlibat, Indonesia pelan-pelan meningkatkan kehadiran militer di Natuna guna mengirim peringatan dan sinyal bahwa Indonesia tak ingin jadi bulan-bulanan.
Sementara itu, menteri pertahanan Indonesia mengatakan kapal perang dan pesawat jet sedang dirapikan untuk "mengawasi dan membela wilayah kita" serta tak akan menembak jika mereka dilewati oleh kapal perang negara lain di perairan Natuna.
"Mereka hanya akan saling menyapa dengan damai," katanya
No comments
Post a Comment