Setelah Susilo Bambang Yudoyono (SBY), Jokowi adalah anak kandung Reformasi yang bergulir sejak 1998 lalu. Harap dicatat dalam memori kolektif bangsa Indonesia, Jokowi-JK adalah pilihan rakyat, meski dalam perjalanannya harus melewati serangkaian hambatan. Bangsa ini sudah cukup dewasa untuk tidak disebut sedang belajar menjadi dewasa. Setidaknya itulah yang dapat kita saksikan bersama: rakyat bebas memilih siapa pemimpinnya. Angin demokrasi bertiup kencang membawa harapan baru, harapan bagi 250 juta rakyat negeri ini.
Hampir setengah tahun sudah Jokowi-JK menahkodai perahu besar bernama Indonesia. Perahu itu kini melaju di tengah hantanam badai dan gelombang tinggi, hujan dan cuaca yang lebih banyak tidak bersahabat ketimbang tenang. Semua penumpang berharap, dermaga tujuan segera terlihat semakin jelas dan semua bisa mendarat dengan selamat.
Siapakah sejatinya satria piningit ini? Jayabaya (memerintah Kerajaan Kediri tahun 1130-1157 M) dalam ramalannya menyebut bakal munculnya satria piningit, sosok ksatria yang selama ini terpingit (tidak menampakkan diri), yang bakal membawa negara-bangsa menuju jaman keemasan. Sosok satria piningit yang diramalkan Jayabaya ini seperti menemukan konteksnya ketika selama lebih dari tiga puluh tahun bangsa ini hidup dalam keprihatinan: korupsi menjadi gaya hidup, rakyat hidup miskin, dan terbunuhnya demokrasi. Satria piningit seperti sedang bersiap mendarat setelah sekian lama terbang di awang-awang, tersaput mega dan bersembunyi di balik awan. Tanpa melupakan jasa besar SBY selama 10 tahun memerintah, tanpa mengurangi rasa hormat kepada SBY yang menjaga kapal besar Indonesia ini, dan tanpa mengurangi apresiasi serta penghargaan kepada presiden kita keenam yang telah berjuang keras mematangkan demokrasi dan membuat peta jalan baru untuk Indonesia ke depan, kita berani mengatakan, satria piningit itu bukan SBY!
Memasuki tahun penting 2014, bangsa ini seperti dibangunkan dari tidur panjang selama 10 tahun. Lagi-lagi, rakyat menanti-nantikan satria piningit yang bakal membawa bangsa Indonesia menuju era baru, jaman keemasan seperti ramalam Jayabaya. Ketika dua pasangan presiden dan wakil presiden akhirnya berhadap-hadapan dalam satu panggung, rakyat seperti paham, mereka memilih sosok yang mewakili dirinya, yang berasal dari rakyat kecil, dan kiprahnya membela rakyat sudah teruji. Maka kemudian tampilah Jokowi-JK memimpin negeri ini. Jokowi, yang wong Solo ini, seperti mendapat panggung kehormatan. Sukses membawa Kota Solo ke pentas dunia, ia kemudian sukses mengubah wajah Jakarta. Gaya santai tetapi tegas dan tetap berwibawa yang diusungnya mampu membuat banyak kalangan angkat topi dan memuji dirinya sebagai calon pemimpin bangsa. Ia suka blusukan dan melihat langsung ke lapangan. Gaya blusukan ini pada waktunya akan banyak dikenang sekaligus ditiru banyak pejabat.
Utang Ribuan Triliunan
Informasi saja, per April 2015, utang luar negeri Indonesia tercatat sebesar USD 299,84 miliar atau setara dengan Rp 4.003 triliun (kurs hari ini). Angka utang ini naik dari bulan sebelumnya yang hanya USD 298,06 miliar
"Lalu utang kita. Ini masih kecil sekali Dept Equity Ratio (DER) kita berapa sih? 50-an. Lalu utang terhdap GDP itu 25 persen. Masih kecil sekali," tegas Jokowi di JCC, Jakarta, Kamis (9/7/2015).
Jokowi menegaskan, bahkan dengan negara-negara lain, rasio utang Indonesia terhadap GDP masih sangat kecil. Dirinya pun menjamin, saat ini posisi utang Indonesia lebih sehat.
Karena hutang Indoesia dirasa masih sehat maka pada tanggal 1 s/d 2 September 2015, Presiden Jokowi dan Agus Martowardojo akan melalukanpertemuan dengan direktur Operasional Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) Christian Lagarde.
Kenapa Christian Lagarde ke Indonesia bertepatan dengan ambruknya perekonomian dan mata uang Indonesia.
Dan apa yang dibahas ? HUTANG atau pinjaman atau bantuan.
Sepintas bantuan IMF seperti berkah, tapi kenyataan justru sebaliknya. Bantuan utang dengan sejumlah syarat itu malah sangat merugikan perekonomian Indonesia.
No comments
Post a Comment