Dengan begitu, Golkar akan lebih leluasa mengusung calon presidennya.
"Begitu juga nanti Partai Golkar jika menang pemilu, akan kita lihat apakah Partai Golkar akan mengusung calon sendiri, disertai partai pendukung. Kita juga akan lihat apakah akan berkoalisi pada saat pencalonan," kata ARB, kepada wartawan seusai menutup ARB Cup: Silaturahmi Golf Tournament 2013, di Pondok Indah Golf Club, Jakarta, Kamis, 12 September 2013.
Jika target itu tercapai, Golkar akan bebas menentukan figur yang dianggap tepat tanpa harus tergantung dari tokoh partai tertentu.
Menurut ARB, begitu panggilan akrabnya, hal itu serupa yang dialami Partai Demokrat pada Pemilu Presiden tahun 2009. Kala itu, Demokrat meraih 21 persen suara secara nasional dalam Pemilu Legislatif. Karenanya, Demokrat leluasa mengusung Susilo Bambang Yudhoyono sebagai capres dan menentukan Boediono sebagai cawapres. Sedangkan partai lain sebagai partai pendukung.
Namun, ARB mengingatkan bahwa kalau pun harus berkoalisi dengan partai politik lain, konteksnya adalah demi memperkuat sistem presidensial. Sebab, tanpa hal itu, koalisi dalam bentuk apa pun tidak akan mengefektifkan kinerja Presiden atau Pemerintah.
Hingga kini, Partai Golkar belum menentukan kandidat cawapres pendamping ARB. Posisi tersebut baru ditentukan setelah Pemilu Legislatif, karena pada saat itulah Golkar bisa menentukan harus berkoalisi atau tidak.
Partai Golkar, imbuh ARB, tak menyoal latar belakang kandidat cawapres tersebut: kader Golkar atau kader partai lain, politikus maupun nonpolitikus. "Yang penting mempunyai visi pembangunan yang sama. Kalau capres dan cawapres memiliki visi berbeda, maka akan pecah di tengah jalan.
No comments
Post a Comment