Presiden SBY selaku Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, mengambil alih kepemimpinan partai dan menginstruksikan Anas Urbaningrum memfokuskan diri pada kasus suap proyek Hambalang.
JAKARTA — Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengambil langkah penyelamatan partai dari keterpurukan, menyusul keterlibatan beberapa kader dan petinggi partai yang terlibat kasus korupsi diantaranya kasus suap proyek Hambalang yang melibatkan Ketua Umum Partai democrat anas urbaningrum
Salah satu solusi untuk menyelamatkan partai, SBY meminta Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, menghadapi dugaan kasus dugaan suap Hambalang di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
SBY menegaskan, "Kepada Ketum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang tetap menjaga wakil majelis tinggi sementara saya memimpin langsung gerakan penataan dan pembersihan partai ini. Saya memberikan kesempatan (Anas, red.) untuk menghadapi masalah hukum dengan harapan keadilan benar-benar tegak dan tim hukum siap untuk memberikan bantuan hukum."
SBY menambahkan, manajemen partai Demokrat, selama ini tidak berjalan dengan baik, sebagaimana layaknya manajemen organisasi yang profesional. SBY memastikan akan menegakkan manajemen dan disiplin partai dengan baik.
Beberapa langkah startegis yang diambil SBY adalah semua pengurus partai diminta menandatangani pakta integritas, reposisi sejumlah personel Partai Demokrat, dan mewajibkan seluruh kader Demokrat untuk menyerahkan laporan kekayaaannya kepada Komisi Pengawas Partai Demokrat.
"Bagi pejabat Partai Demokrat yang tidak bersedia menandatangani Fakta integritas itu akan kita lakukan pemberhentian. Melakukan reposisi terhadap personil partai untuk mencegah terjadinya penyimpangan baru. Termasuk kader yang menjadi anggota badan anggaran dpr. Setiap kader utama menyerahkan laporan harta kekayaannya kepada komisi pengawas partai. Kita akan menganut dan mengikuti format yang berlaku yang ditetapkan KPK. Sama format dan pengisiannya. Setiap anggota partai wajib memberitahukan NPWP-nya, untuk memastikan mereka membayar pajak," demikian instruksi SBY bagi pejabat partainya.
Langkah tegas yang diambil oleh SBY ini dilakukan setelah berturut-turut kader utama partai Demokrat terjerat kasus suap dan korupsi, diantaranya yang menimpa Ketua Umum partai Demokrat Anas Urbaningrum yang diduga terlibat dalam kasus suap pembangunan kompleks olah raga di Hambalang Bogor Jawa Barat.
Sebelumnya, mantan anggota dewan pembina Partai Demokrat dan pengusaha Siti Hartati Murdaya divonis dua tahun delapan bulan penjara karena kasus penyuapan. Hartati adalah anggota Partai Demokrat kesekian yang tersangkut kasus korupsi. Sebelumnya adalah mantan bendahara umum M. Nazarudin terkait kasus suap wisma atlet yang dihukum tujuh tahun penjara di tingkat kasasi Mahkamah Agung, dan anggota DPR Angelina Sondakh yang dihukum 4,5 tahun penjara untuk korupsi anggaran pendidikan.
Selain kasus-kasus korupsi, tingkat elektabilitas Partai Demokrat selaku partai pemenang Pemilu 2009, semakin anjlok. Survei terbaru oleh Lingkaran Survei Indonesia pada Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) pada 6 – 20 Desember 2012 menyatakan, Partai Demokrat terjun bebas ke angka delapan persen. Dari laporan survei itu disimpulkan, partai atau calon anggota DPR yang dipilih bila pemilihan legislatif digelar saat ini, berdasarkan survei SMRC Golkar meraih suara 21 persen, PDI Perjuangan 18 persen, Partai Demokrat delapan persen, Gerindra tujuh persen, PKB lima persen, Nasdem lima persen, PPP empat persen, PKS dua persen, PAN satu persen, dan Hanura satu persen.
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar kadernya untuk sesaat melupakan Pemilu 2014 dan fokus pada pembenahan dan penataan partai.
"Prinsip saya lupakan dulu pemilu 2014, Partai Demokrat akan memfokuskan pikiran waktu dan tenaganya untuk menata, membersihkan, dan mengkonsolidasikan partai agar bisa kembali ke prinsip ke jati diri saat partai ini saya gagas dan dirikan bersama teman-teman," papar SBY.
Mantan Petinggi Partai Demokrat Divonis Penjara Untuk Kasus Korupsi
Mantan anggota dewan pembina Partai Demokrat dan pengusaha Siti Hartati Murdaya divonis dua tahun delapan bulan penjara karena kasus penyuapan.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis dua tahun delapan bulan tahun penjara dan denda Rp 150 juta terhadap mantan anggota dewan Pembina Partai Demokrat, pengusaha Siti Hartati Murdaya.
Saat membacakan putusannya Senin (4/2), ketua majelis hakim pengadilan Gus Rizal menjelaskan selaku direktur utama PT Hardaya Inti Plantation dan PT Cipta Cakra Murdaya, Hartati terbukti menyuap mantan Bupati Buol, Amran Abdullah Batalipu, dengan uang Rp 3 miliar.
Uang itu diberikan saat pengurusan perizinan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Usaha Perkebunan lahan kelapa sawit di Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah, ujar Gus.
“Menyatakan terdakwa Siti Hartati Murdaya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagai perbuatan berlanjut. Menjatuhkan pidana oleh karena terhadap terdakwa Siti Hartati Murdaya tersebut dengan pidana penjara selama 2 tahun 8 bulan penjara. Dan pidana denda sebesar Rp 150 juta dengan ketentuan apabila dana tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan penjara,” ujar Gus.
Hartati terbukti melanggar Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Gus mengatakan, hal yang memberatkan Hartati adalah karena tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara itu, pertimbangan yang dianggap meringankan adalah Hartati dinilai sopan selama dalam persidangan, dan belum pernah dihukum.
Putusan Hartati tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Hartati dengan pidana penjara selama lima tahun dikurangi masa tahanan, dan denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan.
Atas putusannya itu, Siti Hartati Murdaya dan tim kuasa hukumnya kepada majelis hakim usai pembacaan vonis menyatakan pikir-pikir atas vonis tersebut. Hartati dalam kesempatan itu meminta bantuan Majelis Hakim agar diperbolehkan memeriksakan kesehatannya selama menjalani penahanan.
“Yang mulia saya pikir-pikir dulu (atas putusan itu). Yang ingin saya sampaikan tentang berobat jalan kami yang memerlukan waktu (karena saya masih sakit) diperkenankan berlanjut,” ujar Hartati.
Gus memberikan waktu satu minggu bagi Hartati jika ingin mengajukan banding. Sementara untuk permintaan berobat, majelis hakim menyarankan agar terdakwa berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum dan Pengadilan Tinggi.
Salah seorang kuasa hukum Siti Hartati Murdaya, Denny Kailimang, usai persidangan mengatakan status Amran Abdullah Batalipu saat menerima sumbangan dari Hartati adalah bukan sebagai Bupati Buol. Posisi Amran saat itu menurut Denny adalah calon bupati pemilihan kepala daerah kabupaten Buol untuk periode kedua.
“Ia sedang masa cuti (demisioner dari jabatan bupati), untuk mengikuti pencalonan bupati. Kalau demikian, artinya semua sumbangan-sumbangan yang pernah diterima, jatuhnya adalah pidana semua dong,” ujar Denny.
Sebelumnya dalam nota pembelaan, Hartati mengatakan uang Rp 3 miliar yang diberikan ke Amran Abdullah Batalipu tersebut bukanlah suap melainkan bantuan dana kampanye pemilihan kepala daerah Buol 2012. Saat itu, Amran tengah maju sebagai calon petahan. Hartati mengatakaan, pemberian uang itu tidak berkaitan dengan kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan.
Hartati adalah anggota Partai Demokrat kesekian yang tersangkut kasus korupsi. Sebelumnya adalah mantan bendahara umum M. Nazarudin terkait kasus suap wisma atlet yang dihukum tujuh tahun penjara di tingkat kasasi Mahkamah Agung, dan anggota DPR Angelina Sondakh yang dihukum 4,5 tahun penjara untuk korupsi anggaran pendidikan.
Selain itu mantan anggota dewan pembina dan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dalam proyek pembangunan kompleks olahraga di Hambalang oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
(VOA)
No comments
Post a Comment