Alutsista TNI Wajib Beli Buatan Indonesia
Rancangan Undang-Undang Industri Pertahanan telah disahkan menjadi Undang-Undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat paripurna, Selasa 2 Oktober 2012. Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin membeberkan beberapa pasal penting yang ada dalam UU Industri Pertahanan ini.
Ada pasal yang mengatur pembiayaan. Misalnya, kata Tubagus, biaya alat utama sistem persenjataan (alutsista) ke luar negeri dapat mencapai Rp35 triliun per tahun. Pembelian kapal saja, kata Tubagus untuk membeli di luar negeri membutuhkan biaya Rp150 miliar dan membutuhkan waktu 2 tahun dengan melibatkan 1.500 pekerja.
"Ya sudah, kenapa kita bisa kita mampu belanjakan ke perusahaan luar negeri toh kualitasnya juga sama saja," kata Tubagus di Gedung DPR, Selasa (2/10/2012).
Sehingga, kata Tubagus, TNI sudah tidak lagi membeli alutsista dari luar negeri. "Uang itu tidak perlu dilempar ke luar. Kita boleh membeli dari luar kalau di dalam negeri sudah tidak bisa lagi. Kalau toh membeli dari luar dia harus bekerja sama 80 persen dengan di dalam negeri," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Berbagi Produksi
Dalam pasal itu juga, kata Tubagus telah diatur juga untuk produksi persenjataan misalnya, jika di TNI Angkatan Udara pasti dibuat di PT Dirgantara Indonesia, TNI Angkatan Laut dibuatnya di PT PAL, sementara TNI Angkatan Darat dibuat PT Pindad.
"Tapi bisa sharing, misalnya kapalnya dari AL kemudian senjatanya dari PT Pindad. Bomnya misalnya dari PT Pindad. Kemudian pesawatnya misalnya dari PT DI, di perlengkapan senjatanya dari PT. Pindad, dan sistem komunikasinya mungkin kita mampu dari PT PAL. Ini bisa dikomunikasikan," kata mayor jenderal purnawirawan itu.
Sebagai contoh, kata dia, sebenarnya tak perlu membeli helikopter Apache karena dalam program 2011 sampai 2014 TNI akan membeli delapan heli serang dan 16 heli serbu.
"Itu semua dibikin di PT DI dan senjatanya itu dari PT. Pindad. Tentu kelasnya memang masih kelas helikopter biasa, tidak seperti Apache yang jarak tembaknya dengan peluru kendali sampai puluhan kilometer. Tetapi kalau diberi dan dikembangkan, maka putra putri Indonesia siap untuk itu," kata dia. (han)
"Ya sudah, kenapa kita bisa kita mampu belanjakan ke perusahaan luar negeri toh kualitasnya juga sama saja," kata Tubagus di Gedung DPR, Selasa (2/10/2012).
Sehingga, kata Tubagus, TNI sudah tidak lagi membeli alutsista dari luar negeri. "Uang itu tidak perlu dilempar ke luar. Kita boleh membeli dari luar kalau di dalam negeri sudah tidak bisa lagi. Kalau toh membeli dari luar dia harus bekerja sama 80 persen dengan di dalam negeri," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Berbagi Produksi
Dalam pasal itu juga, kata Tubagus telah diatur juga untuk produksi persenjataan misalnya, jika di TNI Angkatan Udara pasti dibuat di PT Dirgantara Indonesia, TNI Angkatan Laut dibuatnya di PT PAL, sementara TNI Angkatan Darat dibuat PT Pindad.
"Tapi bisa sharing, misalnya kapalnya dari AL kemudian senjatanya dari PT Pindad. Bomnya misalnya dari PT Pindad. Kemudian pesawatnya misalnya dari PT DI, di perlengkapan senjatanya dari PT. Pindad, dan sistem komunikasinya mungkin kita mampu dari PT PAL. Ini bisa dikomunikasikan," kata mayor jenderal purnawirawan itu.
Sebagai contoh, kata dia, sebenarnya tak perlu membeli helikopter Apache karena dalam program 2011 sampai 2014 TNI akan membeli delapan heli serang dan 16 heli serbu.
"Itu semua dibikin di PT DI dan senjatanya itu dari PT. Pindad. Tentu kelasnya memang masih kelas helikopter biasa, tidak seperti Apache yang jarak tembaknya dengan peluru kendali sampai puluhan kilometer. Tetapi kalau diberi dan dikembangkan, maka putra putri Indonesia siap untuk itu," kata dia. (han)
No comments
Post a Comment