Capres nomor urut 01 Joko Widodo dalam deklarasi Forum Alumni Jawa Timur di Tugu Pahlawan, Kota Surabaya, Jawa Timur, Sabtu lalu (2/2). (Foto: VOA/Petrus Riski) |
Jakarta SAMO News - Pernyataan Kedutaan Besar Rusia di Jakarta ini menanggapi pernyataan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo dalam deklarasi Forum Alumni Jawa Timur di Tugu Pahlawan, Kota Surabaya, Jawa Timur, Sabtu lalu (2/2).
"Cara-cara politik seperti ini harus diakhiri, menyampaikan semburan dusta, semburan fitnah, semburan hoaks, teori propaganda Rusia yang kalau nanti tidak benar, lalu minta maaf. Akan tetapi, besoknya keluar lagi pernyataan seperti itu, lalu minta maaf lagi," kata Jokowi.
Tapi belakangan Kedubes Rusia di Jakarta melalui akun Twitternya menyatakan pemerintah Rusia tidak pernah ikut campur soal urusan dalam negeri maupun proses elektoral di negara lain termasuk Indonesia.
Kedutaan Besar Rusia di Jakarta, Senin (4/2) membantah telah ikut mencampuri urusan dalam negeri dan proses elektoral di negara-negara asing, termasuk Indonesia. Pernyataan ini disampaikan lewat serangkaian cuitan di Twitter lewat akun Kedutaan Besar Rusia di Indonesia menanggapi publikasi di media massa yang memberitakan pernyataan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo di Kota Surabaya, Jawa Timur, hari Sabtu (2/2).
Lebih jauh digarisbawahi bahwa “posisi prinsipil Rusia adalah tidak campur tangan pada urusan dalam negeri dan proses-proses elektoral di negara-negara asing, termasuk Indonesia, yang merupakan sahabat dekat dan mitra penting kami.”
Kubu Jokowi: propaganda Rusia terlihat nyata
Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Irma Suryani Chaniago, menyebut "propaganda Rusia" yang dimaksud Jokowi mengarah kepada Operasi Semburan Fitnah (Firehose of Falsehood).
Operasi ini digunakan Rusia antara tahun 2012-2017 dalam krisis Crimea, konflik Ukraina, dan perang saudara di Suriah. Caranya dengan terus menerus memunculkan isu-isu negatif.
Belakangan strategi semacam itu, kata Irma, digunakan ketika pemilihan presiden AS tahun 2016, dalam pertarungan antara Donald Trump melawan Hillary Clinton.
"Secara kasat mata, kita lihat sekarang kan? Hari ini begitu banyak ujaran kebencian, fitnah, hoaks. Itu semua dijalankan dengan gencar. Jadi itu yang dimaksud dengan propaganda Rusia," jelas Irma Suryani Chaniago kepada BBC News Indonesia.
Irma lantas mencontohkan strategi "propaganda Rusia" yang menerpa Jokowi, melalui tudingan antek asing ketika pemerintah menggunakan utang luar negeri untuk membangun jalan.
"Jalan tol dibilang bisa tidak pakai utang. Lho dia (Sandiaga) aja bangun Cipali pakai utang kok. Gimana mau bilang bangun jalan tol enggak pakai utang?" imbuhnya.
Itu mengapa pihaknya mencurigai kubu lawan menggunakan konsultan yang sama dengan yang dipakai Donald Trump.
"Kita curigai ada konsultan asing yang dipakai oleh mereka yang kemudian memporak-porandakan kesatuan bangsa dengan haoks, fitnah tadi. Itu makanya kami bilang cukup. Enggak cocok kampanye ala Trump dipakai di Indonesia," tambahnya.
Tim Kampanye Nasional pun, kata dia, tidak khawatir aksi saling melontarkan sindiran ini akan berpengaruh kepada suara pendukungnya. Justru, dengan cara ini mereka ingin mempertahankan para pemilihnya yang masih ragu-ragu.
Irma mengatakan dengan alasan itu, pihaknya menerapkan strategi kombinasi antara penyampaikan peringatan, klarifikasi, dan program.
Namun ia mengakui porsi penyampaikan program masih minim.
"Yang namanya hoaks merajalela. Berita bohong lebih disukai karena membuat masyarakat terprovokasi. Tidak semua orang bisa diyakinkan dengan penyampaikan program saja," imbuhnya.
"Ke depan Jokowi ingin fokus di sumber daya manusia. Jadi mereka itu bisa ikut magang di perusahaan-perusahaan besar selama setahun lalu dapat sertifikat dan bisa bersaing di pasar kerja internasional," kata Irma terkait program yang akan diterapkan bila terpilih lagi.
Namun pengamat politik Aditya Perdana mengatakan saling serang pernyataan antara Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga tidak akan berhenti.
"Ya saya bisa pahami, bisa jadi kekhawatiran yang disampaikan pihak oposisi benar. Tapi bisa jadi ini adalah gaya yang disampaikan Jokowi bahwa dia selama ini dalam posisi yang selalu mengalah. Sehingga ini saatnya untuk melawan balik," ujar Aditya.
Meski demikian, ia mengingatkan kubu Jokowi agar tidak terlena bertarung dan melupakan para pemilih yang masih mengambang.
"Mereka yang belum punya pilihan ini juga penting untuk didengarkan dan jadi warning bagi kedua calon. Karena Jokowi dan Prabowo ini bukan lagi bertarung untuk hal substansif tapi hal-hal remeh temeh."
"Dan kita yang memperhatikan bosan saja, enggak bisa dong terus-terusan begini."[ Lisa]
No comments
Post a Comment