Seorang serdadu Amerika Serikat mengaku bersalah terlibat dalam pembelian sejumlah senjata api secara ilegal untuk anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) Indonesia.
Dalam rilis yang dikeluarkan Departemen Hukum Amerika Serikat, seorang serdadu AS bernama Audi N Sumilat mengaku di pengadilan federal telah membuat pernyataan palsu ketika membeli senjata api di dealer resmi senjata, pada September dan Oktober 2015.
Saat itu, Sumilat menyatakan senjata-senjata yang dia beli adalah untuk dirinya sendiri.
Kenyataannya, senjata-senjata tersebut dia beli untuk tiga anggota Paspampres karena sebagai warga Indonesia mereka tidak dapat membeli senjata api secara legal di AS.
Sumilat mengaku dia dan ketiga anggota Paspampres membuat rencana ini pada Oktober 2014, saat keempatnya ditempatkan dalam pelatihan militer di Fort Benning, Georgia.
Setahun setelah pertemuan di Fort Benning, Sumilat membeli senjata-senjata api di Texas dan mengirim ke rekannya, Feky R Sumual, di New Hampshire. Oleh Sumual, senjata-senjata itu diantarkan ke anggota Paspampres yang sedang melakukan perjalanan dinas ke Washington, DC dan Kantor Pusat PBB di New York.
Perjalanan dinas anggota Paspampres ke AS itu dilakoni bersamaan dengan kunjungan Presiden Joko Widodo ke AS. Saat itu, Presiden Jokowi menemui Presiden AS Barack Obama di Gedung Putih, Washington DC, pada 26 Oktober 2015.
Dari AS, anggota Paspampres lalu membawa senjata-senjata tersebut secara ilegal ke Indonesia.
Belum diketahui apakah pembelian senjata ini untuk penggunaan pribadi anggota Paspampres atau untuk dinas. Pihak Paspampres atau TNI juga tidak merespons wartawan BBC yang mencoba menkonfirmasi berita ini.
Dalam rilis yang dikeluarkan Departemen Hukum Amerika Serikat, seorang serdadu AS bernama Audi N Sumilat mengaku di pengadilan federal telah membuat pernyataan palsu ketika membeli senjata api di dealer resmi senjata, pada September dan Oktober 2015.
Saat itu, Sumilat menyatakan senjata-senjata yang dia beli adalah untuk dirinya sendiri.
Kenyataannya, senjata-senjata tersebut dia beli untuk tiga anggota Paspampres karena sebagai warga Indonesia mereka tidak dapat membeli senjata api secara legal di AS.
Sumilat mengaku dia dan ketiga anggota Paspampres membuat rencana ini pada Oktober 2014, saat keempatnya ditempatkan dalam pelatihan militer di Fort Benning, Georgia.
Setahun setelah pertemuan di Fort Benning, Sumilat membeli senjata-senjata api di Texas dan mengirim ke rekannya, Feky R Sumual, di New Hampshire. Oleh Sumual, senjata-senjata itu diantarkan ke anggota Paspampres yang sedang melakukan perjalanan dinas ke Washington, DC dan Kantor Pusat PBB di New York.
Perjalanan dinas anggota Paspampres ke AS itu dilakoni bersamaan dengan kunjungan Presiden Joko Widodo ke AS. Saat itu, Presiden Jokowi menemui Presiden AS Barack Obama di Gedung Putih, Washington DC, pada 26 Oktober 2015.
Dari AS, anggota Paspampres lalu membawa senjata-senjata tersebut secara ilegal ke Indonesia.
Belum diketahui apakah pembelian senjata ini untuk penggunaan pribadi anggota Paspampres atau untuk dinas. Pihak Paspampres atau TNI juga tidak merespons wartawan BBC yang mencoba menkonfirmasi berita ini.
Menurut pengamat militer Connie Bakrie, pengadaan senjata api setiap tahunnya diajukan TNI ke Kementerian Pertahanan untuk dijadikan anggaran.
“Tetapi kalau dilihat dari cara penjualan senjatanya memang ada yang nggak betul, kenapa bisa urusannya kayak personal," kata Connie Bakrie tanpa berkomentar lebih lanjut.
Audi Sumilat akan didakwa 11 Oktober mendatang. Dia menghadapi dakwaan maksimal lima tahun penjara dan denda US$250.000 (Rp3,3 miliar).
No comments
Post a Comment