Mahkamah Arbitrase Perserikatan Bangsa-Bangsa di Den Haag, Belanda, akan segera menentukan putusan mengenai klaim teritori di Laut Cina Selatan, pada Selasa (12/07).
Putusan yang dihasilkan lima hakim itu akan menentukan status sejumlah wilayah di Laut Cina Selatan yang menjadi sengketa antara Cina dan sejumlah negara Asia Tenggara, termasuk Filipina.
Cina,yang mengklaim kepemilikan 90% wilayah perairan di Laut Cina Selatan, menyatakan tidak mengakui Mahkamah Arbitrase PBB dan menolak ikut ambil bagian.
Bahkan, Cina berupaya mengajak sejumlah negara untuk menyokong pandangannya bahwa putusan mahkamah di Den Haag seharusnya ditolak. Cina menyatakan sekitar 60 negara telah mendukung posisi tersebut, namun hanya beberapa yang menyuarakannya secara umum.
Padahal, mahkamah tersebut digelar berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang ditandatangani Cina dan sejumlah negara Asia Tenggara, termasuk Filipina. Pada 2013, Filipina mengajukan keberatan atas klaim dan aktivitas Cina di Laut Cina Selatan kepada Mahkamah Arbitrase UNCLOS di Den Haag, Belanda. Filipina menuding Cina mencampuri wilayahnya dengan menangkap ikan dan mereklamasi demi membangun pulau buatan.
Filipina berargumen bahwa klaim Cina di wilayah perairan Laut Cina Selatan yang ditandai dengan ‘sembilan garis putus-putus’ atau ‘nine-dash-line’ bertentangan dengan kedaulatan wilayah Filipina dan hukum laut internasional.
Putusan Mahkamah Arbitrase ini akan menentukan apakah terumbu yang diubah menjadi pulau-pulau buatan oleh Cina adalah pulau yang sah. Jika pulau-pulau buatan itu diakui oleh Mahkamah Arbitrase, Cina berhak atas zona ekonomi eksklusif dalam radius 200 mil laut sekaligus mementahkan keberatan Filipina.
Image caption Wilayah yang diklaim Cina dan terumbu-terumbu yang diubah menjadi pulau buatan oleh Cina.
Apabila sebaliknya, Cina diharamkan memanfaatkan sumber daya alam di sekitar pulau-pulau buatan tersebut. Lebih jauh, putusan ini bisa menjadi preseden di masa mendatang yang memungkinkan Filipina mengklaim wilayahnya di Laut Cina Selatan.
Apakah putusan ini akan berpengaruh?
Putusan yang dihasilkan Mahkamah Arbitrase mengikat, namun mahkamah itu tidak memiliki kekuatan untuk melakukan pemaksaan.
Cina telah memboikot mahkamah tersebut dan berargumen bahwa institusi itu tidak memiliki yurisdiksi. Apapun putusan mahkamah, Cina telah telah mengatakan tidak akan “menerima, mengakui, atau melaksanakan”.
Akan tetapi, jika putusan mahkamah menguntungkan Filipina, reputasi Cina berisiko rusak dan dilihat sebagai negara yang mengabaikan hukum internasional. Ketegangan juga diperkirakan meningkat antara Cina dan Filipina, atau Amerika Serikat yang memiliki aset militer di Laut Cina Selatan.
Posisi Filipina, sebagaimana ditegaskan Presiden Rodrigo Duterte, bersedia membagi sumber daya alam dengan Beijing di Laut Cina Selatan, walaupun putusan mahkamah menguntungkan Filipina.(bbc)
No comments
Post a Comment