JAKARTA (SAMO News) -- Campur tangan pemilik media televisi dan radio yang berafiliasi dengan sejumlah partai politik dinilai telah melanggar etika penyiaran sehingga merugikan masyarakat.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Perludem, Titi Anggraeni mengatakan, sejumlah pemilik media yang juga merupakan pimpinan partai politik telah berupaya melakukan kampanye terselubung melalui pemberitaan di media milik mereka.
"Media seakan-akan menjadi blok-blok politik yang mewakili kepentingan pemiliknya. Ini berbahaya ketika masyarakat tanpa tedeng aling-aling 'didatangi' oleh kepentingan melalui radio dan televisi," kata Titi Anggraeni.
"Dengan menyiarkan acara seperti konsolidasi partai ke publik itu sudah termasuk kampanye."
Dia mengatakan, pimpinan partai yang terkait dengan kepemilikan media nasional saat ini adalah Ketua Partai Golkar Aburizal Bakrie yang terkait dengan TV One, Surya Paloh dari Nasdem yang memiliki Media Group, serta Hary Tanoesoedibyo -yang merupakan cawapres Partai Hanura- memiliki jaringan MNC Group.
Titi Anggraeni mendesak agar Komisi Penyiaran Indonesia dan Komisi Pemilihan Umum bertindak agar frekuensi media elektronik sebagai ranah publik tidak dimanfaatkan oleh kepentingan politik para pemilik media.
"KPU, KPI dan Bawaslu punya otoritas mendefinisikan kampanye. Coba mereka duduk bersama dan kemudian memunculkan aturan yang tidak boleh dilanggar oleh pemilik media yang berelasi dengan partai, yaitu menggunakan saluran publik untuk kepentingan partainya," jelas Titi.
Sanksi ringan
Komisi Penyiaran Indonesia, KPI membantah mereka tidak melakukan tindakan apapun terhadap upaya pemanfaatan frekuensi media elektronik sebagai ranah publik untuk oleh pemilik media untuk kepentingan politik mereka.
"Media seakan-akan menjadi blok-blok politik yang mewakili kepentingan pemiliknya. "
Komisioner KPI, Dadang Rahmat mengatakan, pengawasan sudah dilakukan, namun tampaknya sulit mengharapkan sanksi berat terhadap pelaku pelanggarannya.
"KPI bisa melakukan tindakan, cuma tindakannya berupa sanksi administratif yang dalam struktur aturan kita artinya tidak menghentikan siarannya. Kalaupun ada, (itu) menghentikan sementara saja. Dan kalaupun ditegur satu program sangat mungkin bisa muncul di program lainnya," kata Dadang Rahmat.
Apalagi, menurutnya, masih ada banyak tafsir soal pengertian tentang apa yang dimaksud dengan kampanye di media.
"Meski secara teori ada yang bisa dikatakan kampanye tetapi belum tentu masuk dalam pemahaman kampanye oleh Bawaslu dan KPU karena kampanye ada waktunya."
Menanggapi tudingan dan kecurigaan dari Perludem, Pemimpin Redaksi RCTI yang berafiliasi dengan grup MNC milik Hary Tanoesoedibyo, Arief Suditomo membantah ada pengaruh pemilik media dari dalam penentuan berita yang mereka siarkan.
"Tidak ada pengistimewaan berita (terhadap parpol Hanura) dan tidak ada permintaan dari Pak Harry Tanoe. Saya menganggap berita adalah proyeksi editorial di mana seperti biasa kami meliput semua pasangan capres dan cawapres yang mendeklarasikan rencana mereka untuk terjun di 2014," jelas Arief.(BBC)
No comments
Post a Comment