SAMO News

Tentara Myanmar meningkatkan operasi setelah konflik sektarian

Tentara Myanmar meningkatkan operasi setelah konflik sektarian

Berbagi berita ini ke teman



SAMO News -- Tentara Burma telah menguasai kembali kota Meikhtila, sebuah kota di Burma yang bergejolak akibat terjadinya bentrokan sektarian, Sabtu (23/3).Selama beberapa hari, kekerasan antara kelompok Budha dan Muslim menewaskan beberapa orang dan membuat sejumlah bangunan terbakar di Meikhtila, Burma.

Kantor berita Associated Press melaporkan truk-truk yang mengangkut tentara tampak berpatroli di jalan-jalan utama, perempatan jalan, bank dan beberapa kawasan pemukiman.

Presiden Thein Sein hari Jum’at memberlakukan status darurat di daerah itu, sebagai upaya guna mencegah meluasnya kerusuhan tersebut. Kerusuhan – yang terburuk yang terjadi di Burma sejak pertumpahan darah yang mengguncang negara bagian Rakhine tahun lalu, menunjukkan kegagalan pemerintah Burma mengatasi sentimen anti-Muslim di negara yang majoritas beragama Budha itu. AP melaporkan beberapa biksu berpengaruh bahkan ikut serta berdemonstransi anti-Muslim.

Belum jelas siapa yang memicu kerusuhan tersebut, tetapi warga Muslim yang ketakutan hari Jum’at berdiam di dalam rumah mereka saat kerusuhan memuncak. Polisi anti huru-hara berpatroli menyita parang dan palu dari demonstran Budha yang marah.

Sedikitnya lima masjid dihancurkan dan ribuan warga Muslim yang ketakutan telah meninggalkan rumah mereka, dikawal polisi menuju tempat pengungsian sementara.

Di Washington, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Victoria Nuland mengatakan Amerika sangat prihatin atas aksi kerusuhan, jatuhnya korban tewas dan kerusakan bangunan yang diakibatkan di Meikhtila. Duta Besar Amerika Untuk Burma Derek Mitchell juga telah menyampaikan keprihatinan Amerika tersebut pada para pejabat pemerintah Burma.


Burma Berlakukan Jam Malam di Meikhtila Pasca Bentrokan Sektarian
Pemerintah Burma mengatakan jam malam di kota Meikhtila akan tetap berlaku setelah bentrokan hari kedua antara warga Budha dan warga Muslim. Ratusan orang melakukan kerusuhan hari Rabu, membakar toko-toko, dan merusak sedikitnya dua masjid.

Win Htein, politisi lokal yang beroposisi, mengatakan situasi masih belum stabil, meskipun pihak berwenang menyatakan keadaan darurat, yang dikenal sebagai Dekrit 144.

Ia mengatakan, setelah pihak berwenang mengeluarkan Dekrit 144, ia mengira kerusuhan akan mereda, tetapi beberapa warga Burma setempat dan sekelompok warga Muslim bentrok. Polisi setempat, katanya, tidak bisa membubarkan massa, sehingga lebih dari 10 orang tewas dalam bentrokan itu. Ia mengatakan, kini wilayah itu terkendali, tetapi di beberapa daerah lain warga Muslim menyerang warga Burma setempat.

Kota di Burma tengah itu terletak 150 kilometer selatan Mandalay. Media berita online Burma menerbitkan foto-foto polisi yang membawa perisai kerusuhan berkumpul di jalan-jalan dan massa berkerumun di depan toko-toko yang rusak.

Laporan-laporan media Burma mengatakan bentrokan itu dimulai setelah perselisihan di sebuah toko emas meningkat antara pembeli Budha dan warga Muslim pemilik toko.

Burma adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Budha dan warga Burma sebagai kelompok etnis terbesar. Tetapi, dengan adanya berbagai minoritas etnis dan agama, kadang-kadang ketegangan antar agama meletus menjadi kekerasan.

Tahun lalu, negara bagian Rakhine di Burma barat menjadi tempat bentrokan yang menelan korban jiwa antara warga Budha dan Muslim. Hampir 200 orang tewas dan 120.000 orang kehilangan tempat tinggal, sebagian besar minoritas Muslim Rohingya yang tidak punya kewarganegaraan.


Bentrokan Sektarian di Burma, 20 Tewas
Tidak ada tanda-tanda kekerasan baru Jumat pagi (22/3) tetapi kota Meikhtila tetap tegang dan berbahaya. Demikian kata Win Htein, seorang anggota parlemen Burma dari partai oposisi Liga Demokrasi Nasional.

"Rumah-rumah warga Muslim yang dibakar terus terbakar tetapi penduduk kaum Budha yang marah dan biarawan menghambat pihak berwenang memadamkan kebakaran," jelas Win Htein.

Sedikitnya lima mesjid dibakar dalam kekerasan yang mulai hari Rabu (30/3). Kekerasan tersebut diawali oleh pertengkaran antara seorang Muslim pemilik toko emas dan pelanggannya seorang pemeluk Budha. Seorang biksu termasuk di antara para korban yang pertama tewas, mengakibatkan meningkatnya ketegangan dan memicu kemarahan massa Budha di daerah penduduk Muslim.

Menurut Win Htein, Meikhtila adalah kira-kira 550 kilometer sebelah utara kota besar Yangon yang berpenduduk kira-kira 100 ribu orang, dan sepertiga penduduknya Muslim. Sebelum kekerasan pekan ini, masyarakat Muslim di wilayah tersebut memiliki sekitar 17 mesjid.

Sulit menentukan besarnya kerusakan di kota itu, karena penduduk terlalu takut keluar ke jalan-jalan dan berlindung di biara-biara atau tempat lain yang jauh dari kekerasan.

“Kami tidak merasa aman dan kami sekarang telah pindah ke dalam biara-biara,” kata Sein Shwe, seorang pemilik toko. “Keadaan tidak dapat diperkirakan dan berbahaya.”

Kekerasan yang terisolasi yang kadang-kadang melibatkan penganut Budha dan kaum minoritas Muslim di Burma telah terjadi selama puluhan tahun.(VOA)

Kelompok-kelompok HAM telah menyatakan keprihatinan bahwa ketegangan berlatar belakang agama dapat menyebar dan mengganggu upaya reformasi di Burma.

No comments