SAMO News

WHO peringatkan risiko mandul akibat sunat perempuan, Indonesia menolak

WHO peringatkan risiko mandul akibat sunat perempuan, Indonesia menolak

Berbagi berita ini ke teman


Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, menyatakan akan terus berupaya memberantas sunat perempuan yang melanda 140 juta wanita, praktek yang dapat menyebabkan mandul.

Sunat perempuan yang diacu WHO ini mencakup memotong sebagian atau keseluruhan atau melukai kelamin wanita untuk alasan non-medis.


Dalam situsnya untuk menyambut Hari Internasional Memberantas Sunat Perempuan, Rabu 6 Februari, WHO mengatakan khitan perempuan ini dapat berisiko pada "gangguan jangka pendek dan jangka panjang secara fisik, mental serta terkait kesehatan seksual."

Praktek sunat perempuan sebagian besar dilakukan di Afrika dengan sekitar 92 juta anak pada usia 10 tahun ke atas.

Praktek ini juga banyak terjadi di negara-negara Timur Tengah dan sebagai negara Asia Klik termasuk Indonesia.

Namun isu ini juga menjadi masalah di negara-negara Barat terutama komunitas imigran di sejumah negara seperti Jerman, Prancis dan Inggris.

Saat ini diperkirakan sekitar setengah juta anak dan wanita di Eropa mengalami gangguan kesehatan akibat sunat.
Risiko mandul
Data WHO

Sunat tidak berguna bagi kesehatan perempuan
Praktek ini dapat menyebabkan pendarahan, gangguan buang air kecil, kista dan bahkan mandul
Sekitar 140 juta perempuan mengalami dampak sunat
Sunat perempuan melanggar hak wanita

Landasan sunat perempuan ini -berdasarkan survei yang dilakukan WHO- merupakan campuran budaya, agama dan faktor sosial.

Sebagian kalangan menyebutkan khitan perlu dilakukan karena sunat merupakan praktek penting untuk menjadi sebelum berangkat menjadi wanita dewasa.

Sebagian lain menganggap sunat penting untuk menekan libido wanita sehingga mencegah kemungkinan penyelewengan.

Namun organisasi kesehatan dunia ini mengatakan yang memprihatinkan adalah dampak kesehatan sunat perempuan dalam jangka panjang.

Salah satu risiko yang disebut WHO termasuk infeksi saluran kencing, kista, kemandulan dan komplikasi dalam melahirkan.

WHO menyebutkan tetap akan memfokuskan pada advokasi, penelitian serta panduan kepada para tenaga medis.

Namun organisasi dunia menyatakan prihatin karena justru para medis yang ikut melakukan sunat perempuan justru meningkat.
Bukan praktik di Indonesia


Di Indonesia, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboy menegaskan pemerintah melarang pengrusakan alat kelamin perempuan atau female genital mutilation (FGM).

Hal tersebut ditegaskannya dalam wawancara dengan BBC Indonesia menjelang Hari Pemberantasan Pengusakan Kelamin Perempuan, yang ditetapkan PBB pada Rabu 6 Februari.

Akan tetapi pemerintah Indonesia tidak melarang praktek sunat perempuan selama tidak sampai memotong keseluruhan, dalam pengertian sekedar menoreh saja maupun perlambang lainnya yang tidak mengganggu kesehatan perempuan.

"Kalau memang itu, katakanlah, kewajiban agama, maka Departemen Kesehatan mengharapkan hal itu tidak menyebabkan kerusakan atau kesulitan pada perempuan yang bersangkutan," tegasnya kepada BBC Indonesia.

Nafsiah Mboy mengingatkan bahwa yang penting adalah sunat perempuan dilakukan berdasarkan peraturan petunjuk yang sudah dikeluarkan Departemen Kesehatan untuk menjamin praktek itu tidak sampai mengganggu kesehatan kaum perempuan.

Dia menambahkan bahwa praktik female genital mutilation -yang disarankan PBB agar dilarang secara total di seluruh dunia- amat jarang dilakukan di Indonesia.

"Praktik itu lebih banyak terjadi di negara-negara Afrika, kalau di Indonesia bisa dikatakan tidak ada, atau paling satu atau dua kasus," tegasnya.

No comments