SAMO News

Saling Klaim Antara Kizlan dan Wiranto Semakin Jelas Siapa yang Ada di Balik Kerusuhan 1998

Saling Klaim Antara Kizlan dan Wiranto Semakin Jelas Siapa yang Ada di Balik Kerusuhan 1998

Berbagi berita ini ke teman
Menhankam Pangab Jendral Wiranto (photo dokumen SAMO News)

SAMO News  -  Mantan anggota TGPF, Sandyawan Sumardi, mengatakan klaim-klaim yang dilemparkan Kivlan dan Wiranto akan memperjelas kejadian yang sesungguhnya, termasuk dugaan keterlibatan intelijen militer dalam kerusuhan tersebut.
"Ini (kerusuhan Mei) gara-gara peran intelijen militer. Jadi secara de facto, ini adalah operasi militer. Maka tidak mungkin yang bertanggung jawab hanya satu orang," ujar Sandyawan Sumardi seperti yang dilansir dari BBC News Indonesia, Kamis (28/02).
"Saling tuduh ini secara sederhananya masyarakat akan menganggap, lah mereka-mereka ini berarti terlibat. Sebetulnya jauh lebih baik ke Kejaksaan daripada sumpah pocong itu kan tidak benar. Sumpah pocong bukan tindakan hukum," sambungnya.
Kivlan Zen dan Wiranto diminta memberikan keterangan resmi tentang kerusuhan Mei 1998 ke Kejaksaan Agung, daripada saling lempar klaim tentang dalang di balik insiden yang menyebabkan 1.190 orang tewas, menurut Laporan Akhir Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
Dalam simpulan Laporan Akhir TGPF, disebutkan kerusuhan 13-15 Mei 1998 terjadi karena ada "pergumulan elite politik yang bertalian dengan masalah kelangsungan kekuasaan kepemimpinan nasional" dan "ABRI tidak cukup bertindak untuk mencegah terjadinya kerusuhan, padahal memiliki tanggung jawab untuk itu".
Disebutkan juga bahwa "peristiwa kerusuhan terjadi secara sistematis, masif dan meluas. Artinya, peristiwa itu memenuhi syarat dugaan telah terjadi pelanggaran HAM berat".
Menurut Sandyawan, Kivlan yang saat itu menjabat Kepala Staf Kostrad, Prabowo yang merupakan Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus, dan Wiranto sebagai Panglima ABRI, adalah pihak-pihak yang mengetahui betul kondisi di lapangan sehingga pengakuan mereka penting untuk dibuka ke publik.

kamisanHak atas fotoANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY
Image captionSejumlah pegiat HAM menggelar aksi kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (10/1/2019). Dalam aksinya mereka menuntut pemerintah untuk segera menuntaskan pelanggaran-pelanggaran HAM di Indonesia.

"Tidak peduli siapa yang benar di antara mereka, tapi fakta itu yang harus diungkapkan," jelasnya.
"Jangan terlalu takutlah bahwa ini akan diproses hukum. Publik itu berhak untuk paham apa yang terjadi pada bangsanya di masa lalu, jangan sampai korban itu distigma sebagai pihak yang bersalah."

Jaksa tak yakin bawa berkas Mei 98 ke pengadilan

Polemik tentang dalang kerusuhan Mei 1998, bermula dari pernyatan Kivlan yang menyebut Wiranto memainkan peran ganda dan isu propagandis saat masih menjabat sebagai Panglima ABRI. Tujuannya untuk menumbangkan Presiden Soeharto.
"Ya sebagai Panglima ABRI waktu itu, Pak Wiranto atas kejadian itu kenapa dia meninggalakan Jakarta dalam keadaan kacau, dan kenapa kita yang untuk amankan Jakarta tidak boleh kerahkan pasukan, itu. Jadi kita curiga loh keadaan kacau masaknggak boleh mengerahkan pasukan," kata Kivlan.
Belakangan Wiranto menantang Kivlan dan Prabowo melakukan sumpah pocong dan menyebut tudingan itu tak sesuai fakta.
"Kasihan Saudara Kivlan Zen yang selalu menyampaikan pernyataan ngawur. Tidak ada fakta soal itu. Dan tidak lagi melihat kenyataan yang beredar di masyarakat," kata Wiranto.
Peristiwa kerusuhan Mei 98 hingga sejauh ini belum diajukan ke pengadilan.
Beberapa kali Kejaksaan Agung mengembalikan hasil penyelidikan Komnas HAM dengan alasan kurang bukti.
Juru bicara Kejaksaan Agung, Mukri, menyebut pada akhir Desember lalu pihaknya memulangkan berkas karena sejumlah alat bukti belum lengkap.

komnas hamHak atas fotoANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A
Image captionKomnas HAM mendorong Jaksa Agung untuk menyelesaikan sembilan berkas pelanggaran HAM berat setelah sebelumnya dikembalikan ke Komnas HAM sebagai komitmen pemerintah menyelesaikan kasus HAM masa lalu.

"Misalkan beberapa saksi belum diperiksa, terus untuk calon tersangka belum disinggung," ujar Mukri kepada BBC News Indonesia.
"Intinya kalau kita paksakan ke tingkat penyidikan dan pengadilan, maka bisa bebas pelakunya," sambungnya.
Dengan segala kekurangan itu pula jaksa, kata Mukri, tak yakin bakal menang di pengadilan. Itu mengapa, pihaknya memaksa Komnas HAM agar menguatkan bukti-bukti kasus itu termasuk jika harus memeriksa orang yang dianggap bertanggung jawab.
"Kami ini (bekerja) dibatasi waktu, kalau nggak cukup bisa batal demi hukum perkaranya."
"Jadi ini bukan berani atau tidak (memanggil pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab), ini bicara prosedur. Domainnya masih di penyelidikan artinya Komnas HAM."

Apa kata keluarga korban?

Salah satu keluarga korban kerusuhan Mei 98, Maria Sanu, mengatakan akan tetap menagih tanggung jawab negara menuntaskan kasus yang menyebabkan anaknya, Stevanus Sanu, hilang.
"Keluarga korban tidak menuntut apa-apa, hanya meminta pertanggungjawaban saja. Kalau harus disalahkan ya jangan dibenarkan," ujar Maria Sanu kepada BBC News Indonesia.

kerusuhanHak atas fotoBAY ISMOYO/AFP/GETTY IMAGES
Image captionSumarsih ibu Norma Irawab, korban penembakan saat kerusuhan 1998.

Pada 14 Mei, Maria kehilangan anaknya saat penjarahan yang disusul pembakaran terjadi di Plaza Yogya, Klender, Jakarta Timur.
Ia mengaku sempat melihat orang-orang berlarian sambil membawa barang-barang jarahan. Dua hari berlalu sejak saat itu, ia belum menerima kabar dari Stevanus.
Dari berita di televisi, Maria mendengar kabar ada ratusan korban kebakaran yang tidak bisa lagi diidentifikasi. Ia pun khawatir, anaknya menjadi salah satu korban. Hingga kini tak diketahui keberadaan Stevanus.
Maria berharap Wiranto sebagai pemegang kekuasaan keamanan kala itu, membongkar pihak-pihak yang terlibat kepada publik dan tak lagi saling menuding.
"Wiranto kan Panglima ABRI, tapi seolah-olah mau lempar perkara ini supaya nggak ada yang mau tanggung jawab," tukasnya.
"Dia harus ceritakan kepada masyarakat terjadinya kerusuhan Mei dari awal sampai akhir. Biar keluarga korban percaya. Ceritakan yang sesungguhnya kalau memang tidak terlibat, jangan tuding-tudingan, ini nggak fair."
Wiranto dalam berbagai kesempatan menolak tuduhan bahwa ia adalah salah satu pihak yang bertanggung jawab atas kerusuhan Mei 98.
Ia juga mengatakan ada peluang untuk kudeta, tapi "tidak ia lakukan karena ia mencintai Indonesia".

No comments