DIABALY - Pasukan Prancis yang dibantu oleh Tentara Mali berhasil merebut kota-kota yang berada di wilayah Mali bagian tengah dari tangan al-Qaeda. Al-Qaeda meninggalkan kota tersebut karena takut akan serangan udara dari militer Prancis.
“Direbut kembalinya kota-kota yang sebelumnya dikuasai al-Qaeda menunjukkan keberhasilan operasi militer yang dilakukan oleh tentara Mali dan pasukan Prancis,” ujar Menteri Pertahanan Prancis Jean-Yves Le Drian, seperti dikutip Reuters, Selasa (22/1/2013).
Prancis dikabarkan telah melakukan sekitar 140 serangan udara ke wilayah Mali yang dikuasai oleh al-Qaeda. Pemerintah Prancis menyatakan, pihaknya ingin menyerahkan kepemimpinan operasi militer di Mali kepada pasukan Afrika yang saat ini mulai berdatangan ke negara bekas jajahan Prancis tersebut.
Sekitar 1.000 tentara gabungan dari negara-negara Afrika dikabarkan telah memasuki wilayah Mali. Prancis sendiri berharap jumlah pasukan Afrika tersebut bertambah hingga mencapai 5.000 personel.
Jumlah pasukan prancis yang diturunkan di Mali sendiri mencapai 2.150 tentara. Tentara Prancis tersebut juga mendapatkan dukungan dari negara-negara barat lainnya yang memberikan bantuan logistik dan intelijen.
Pengamat militer menyebutkan diturunkannya tentara Afrika di Mali akan mempertahankan momentum yang sebelumnya telah berhasil dibangun oleh Prancis. Kelompok Al Qaeda yang sebelumnya menguasai sebagain besar wilayah di Mali bagian utara kini berhasil dipukul mundur ke daerah pegunungan yang berada di wilayah perbatasan negara itu dengan Aljazair.
Krisis di Mali mendapatkan perhatian internasional setelah terjadinya aksi penyanderaan di Aljazair yang memakan banyak korban warga asing. Militan yang melakukan aksi penyanderaan tersebut meminta Prancis untuk menghentikan intervensi militernya di Mali sebagai salah satu tuntutannya.
(okezone)
--------------------------------------------
Presiden Mesir Tak Dukung Serangan Perancis ke Mali
RIYADH - Presiden Mesir Mohamed Morsi tidak menyetujui intervensi militer Prancis ke Mali yang ditujukan untuk mengusir militan Al-Qaeda. Morsi khawatir, intervensi itu akan memicu eskalasi konflik di Afrika.
"Kami tidak bisa menerima intervensi militer ke Mali, karena hal itu bisa memicu konflik di wilayah sekitar," ujar Morsi, di Arab Saudi, seperti dikutip PTI, Selasa (22/1/2013).
Meski demikian, Morsi menyarankan agar intervensi terhadap Mali dilakukan dengan cara damai. Salah satunya adalah dengan mendanai pembangunan negara di kawasan Afrika Barat itu.
"Kami tidak menyetujui penggunaan kekerasan, ekstrimisme, atau agresi terhadap warga sipil. Kami juga tidak ingin menciptakan pertumpahan darah di wilayah itu," tegas politisi Ikhwanul Muslimin itu.
Meski menentang penggunaan kekerasan di Mali, Mesir jelas-jelas menghadapi ancaman militan di wilayah Semenanjung Sinai. Seperti diketahui, keamanan di wilayah itupun semakin rawan dari dari hari ke hari. Kelompok militan berupaya melancarkan serangan ke Israel.
Eskalasi aktivitas militan itu terjadi tepat setelah Husni Mubarak lengser dari kekuasaannya. Selain Israel, militan-militan itu kerap menyerang pasukan Mesir yang ikut menjaga wilayah perbatasan itu.
Isu intervensi Prancis ke Mali juga ditentang oleh fraksi Salafi yang ada di Mesir. Adik dari Pemimpin Al-Qaeda Ayman al-Zawahiri, Mohammed Zawahiri, turut menggelar demonstrasi di depan Kedubes Prancis untuk memprotes serangan itu.
(okezone)
No comments
Post a Comment